Berkunjung ke pulau Nias serasa menelusuri kehidupan lalu,waktu seakan berhenti dipagari budaya megalit yang masih lestari.Ditengah Samudra Hindia yang luas itu,pulau ini menjadi rumah bagi budaya zaman batu kuno yang mengagumkan untuk disambangi.
Memiliki luas
sekira 5.000 km², Pulau Nias merupakan yang terbesar di antara pulau-pulau di
sekitarnya. Gunungsitoli adalah ibu kota Nias dimana di sini tersedia
fasilitas bagi Anda yang ingin menjelajahi kemegahan alam dan budaya Nias. Di
kota ini pula ada Museum Pusaka Nias yang menyimpan sekira 6500
koleksi benda budaya peninggalan Masyarakat Nias.
Pulau
sepanjang 130 km dengan lebar 45 km ini seolah terasing keberadaannya. Hanya
sedikit kapal dagang berlabuh di pulau ini karena memang dilarang. Pihak
berwenang akan segera memerintahkan kapal dagang yang mendekat untuk membelok
ke pelabuhan di Padang atau
ke Pelabuhan di Bengkulu.
Oleh karena itu, berkunjung ke Nias serasa menelusuri kehidupan masa lalu, di
sana waktu seakan berhenti dengan budaya dan tradisi masih bertahan lestari.
Penduduk
Pulau Nias tersebar di sekira 650 desa tetapi banyak dari desa-desa tersebut
termasuk sulit dapat dijangkau melalui darat karena medannya yang berat. Upaya
pembangunan infrastruktur di kawasan ini harus berhadapan dengan bentuk
permukaan tanah yang labil. Jalanan yang baru dibangun biasanya hanya akan
berumur pendek karena tanah selalu melesak ke bawah.
Pulau Nias
dihuni masyarakat yang hidup mandiri sejak berabad-abad yang lalu. Kebudayaan
mereka yang masih terjaga keasliannya dari pengaruh luar telah memikat
wisatawan manapun yang menyambanginya. Dalam bahasa setempat, orang Nias
menamakan diri mereka sebagai "Ono Niha",
kata ono artinya anak atauketurunan, sementara
kata niha memiliki arti manusia. Pulau Nias kadang
disebut juga sebagai “Tanö Niha” , dimana kata tanö bermakna tanah.
Nias
merupakan tanah kuno. Tidak ada yang tahu persis sudah berapa lama masyarakat
aslinya hidup di sini. Menurut legenda setempat, kehidupan di Pulau Nias
berasal dari Sungai Gomo dimana menjadi mula keturunan 6 dewa dan peradaban
manusia. Oleh karena itu, masyarkat Nias menyebut diri mereka ono niha atau ‘anak
masyarakat’. Persebaran masyarakat dimulai dari Nias Tengah kemudian berpindah
ke Utara dan Selatan dengan mengembangkan bahasa, adat istiadat dan seninya
masing-masing. Diperkirakan manusia di Pulau Nias saudah ada sejak 30.000 tahun
lampau.Secara tradisional, desa-desa di Pulau Nias dipimpin kepala desa yang
memimpin dewan sesepuh. Di Nias masih banyak terdapat desa-desa adat dimana
yang menonjol dari desa-desa adat itu adalah penataan arsitekurnya, baik
lanskap maupun bangunannya. Dulunya setiap desa di pimpin oleh seorang raja.
Masyarakat Nias menganut sistem hierarki dengan kasta tertinggi yang ditempati
bangsawan, diikuti masyarakat biasa. Suku Nias menerapkan sistem marga
mengikuti garis ayah (patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari
kampung-kampung pemukiman yang ada. Suku Nias mengenal sistem kasta (12
tingkatan Kasta) dimana tingkatan kasta tertinggi adalah balugu. Untuk
mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan
mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi dalam pesta
selama berhari-hari.
Masyarakat
Nias memiliki karakter keras dan kuat yang diwarisi dari budaya pejuang perang.
Oleh karena itu, masyarakat dan budaya Nias sampai saat ini mampu bertahan dari
serbuan budaya asing. Budaya pejuang Nias telah berlangsung selama berabad-abad
ketika desa-desa di sini mendeklarasikan perang satu sama lain. Dahulu
peperangan antardesa atau antar suku berlangsung karena terprovokasi oleh rasa
dendam atau masalah perbudakan.
Selain lekat
dengan budaya pejuang, masyarakat Nias juga sekaligus masyarakat petani. Mereka
menanam ubi, jagung dan talas untuk memenui kebutuhan hidupnya. Hewan babi
selain menjadi hewan ternak juga menunjukan status seseorang karena semakin
banyak seseorang memiliki babi maka semakin tinggi pula kedudukannya dalam
masyarakat desa.
Pulau Nias
bukan tanpa catatan sejarah karena sesungguhnya pulau mengagumkan ini pernah
masuk catatan pedagang China, Portugis dan Arab. Dahulu Pulau Nias dikenal
sebagai asal diperolehnya para budak yang kemudian diperjualbelikan oleh
Kerajaan Aceh, pedagang Portugis, dan pedagang Belanda. Bahkan, hingga abad
ke-19 Nias masih dikenal dunia luar sebagai lokasi perdagangan budak.Pemerintah
Hindia Belanda menguasai Pulai Nias tahun 1825. Meskipun sebenarnya sebelum itu
pulau ini telah berhubungan dengan dunia luar tetapi kebudayaan tradisional
tetap utuh secara menakjubkan.
Sumber:www.indonesia.travel
Pengalaman keseret ombak di Lagundri cukup mendebarkan...untung anak-anak pantainya baik-baik nolongin he..he..
BalasHapus